Siwindu.com – Tradisi mudik Lebaran yang selama ini menjadi denyut nadi ekonomi rakyat menghadapi tantangan serius di tahun 2025. Survei Kementerian Perhubungan mencatat penurunan drastis jumlah pemudik hingga 24 persen, dari 193,6 juta pada 2024 menjadi hanya 147,1 juta orang tahun ini.
Fenomena ini tidak hanya mencerminkan perubahan perilaku masyarakat, tetapi juga menandakan krisis struktural yang lebih dalam, seperti lemahnya daya beli, tekanan ekonomi, dan belum maksimalnya kehadiran negara dalam menjawab keresahan publik.
Menurut Achmad Nur Hidayat, ekonom dan pakar kebijakan publik dari UPN Veteran Jakarta, mudik tahun ini bukan sekadar isu transportasi, melainkan cerminan kontraksi ekonomi nasional.
“Penurunan 46,5 juta pemudik berpotensi memangkas peredaran uang Lebaran sebesar Rp93–232 triliun. Dampaknya langsung terasa, terutama di sektor informal yang menjadi tulang punggung masyarakat bawah,” ungkap Achmad kepada Siwindu.com, Jumat (4/4/2025).
Gelombang Ekonomi yang Hilang
Wilayah tujuan utama seperti Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Jawa Timur diperkirakan mengalami penurunan aktivitas ekonomi secara signifikan. UMKM, pengrajin, pedagang kaki lima, dan operator angkutan rakyat kehilangan momen emas tahunan. Sementara itu, daerah lain seperti Nusa Tenggara Timur dan Kalimantan yang bergantung pada kiriman uang dari perantau pun turut terpukul.
Situasi diperburuk oleh deflasi dua bulan berturut-turut di awal 2025 serta ketatnya pasokan uang tunai dari Bank Indonesia. Padahal, data menunjukkan 65 persen masyarakat masih mengandalkan uang tunai untuk belanja Lebaran.
Kebijakan yang Tidak Menyentuh Akar Masalah
Program-program pemerintah seperti mudik gratis dan penurunan harga tiket pesawat dinilai tidak menjawab kebutuhan kelompok masyarakat terbawah. “Alih-alih solutif, kebijakan ini hanya simbolik,” kata Achmad.
Ia menyebut pemerintah seharusnya fokus pada subsidi tiket angkutan umum darat dan laut, pembebasan biaya tol, serta subsidi BBM untuk transportasi rakyat. Selain itu, perluasan jangkauan perlindungan sosial bagi pekerja dan pelaku UMKM dinilai mendesak untuk mencegah gelombang PHK.
Lima Solusi Konkret
Achmad mendorong pemerintah segera mengambil lima langkah, yakni subsidi transportasi yang inklusif, pembebasan biaya tol dan subsidi BBM, perlindungan bagi pekerja rentan dan UMKM, percepatan infrastruktur digital, serta koordinasi lintas sektor yang lebih efektif.
“Mudik adalah cermin dari kehadiran negara. Jika mudik saja terasa berat, maka beban hidup sehari-hari pasti jauh lebih menekan. Pemerintah harus hadir lebih empatik dan konkret,” tegasnya.
Refleksi Keadilan Sosial
Mudik Lebaran 2025 menjadi momentum untuk menguji keberpihakan negara. Menurut Achmad, kebijakan ekonomi seharusnya tidak hanya berpihak pada statistik dan kepentingan elite, tetapi benar-benar menyentuh kebutuhan rakyat kecil.
“Tradisi mudik seharusnya menguatkan rasa kebersamaan, bukan malah memperjelas jurang ketimpangan,” tutup Achmad yang sering muncul di banyak program diskusi TV swasta nasional itu.