Siwindu.com – Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyampaikan kritik tajam kepada Pemerintah Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, terkait rendahnya kapasitas fiskal daerah tersebut.
Dalam acara detikcom Regional Summit 2025 yang digelar di Kawasan REBANA, Senin (19/5/2025), Tito menyebut Kuningan sebagai daerah dengan ketergantungan tertinggi terhadap transfer dana dari pemerintah pusat di antara seluruh kabupaten/kota di Jawa Barat.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri yang dipaparkan Tito, Provinsi Jawa Barat secara umum memiliki kinerja fiskal yang cukup baik, dengan rasio pendapatan asli daerah (PAD) sebesar 62,28% dan pendapatan dari transfer pusat sebesar 37,64%. Artinya, mayoritas pendapatan Jawa Barat bersumber dari potensi daerahnya sendiri, bukan dari dana pusat.
“Jawa Barat sebenarnya cukup kuat, karena pendapatan asli daerahnya tinggi, lebih tinggi dari pendapatan transfer pusat,” ujar Tito, sebagaimana dilansir dari detik.com.
Ia menambahkan, terdapat lima kabupaten/kota di Jawa Barat yang memiliki kapasitas fiskal kuat, yakni Kota Bekasi, Kota Bogor, Kota Bandung, Kabupaten Bekasi, dan Kota Depok. Selain itu, ada dua daerah yang masuk kategori sedang, yakni Kabupaten Bogor (PAD 47,42%, transfer pusat 52,48%) dan Kota Cirebon (PAD 44,45%, transfer pusat 55,55%).
Namun, dari total 27 kabupaten/kota di Jawa Barat, sebanyak 20 di antaranya masuk kategori kapasitas fiskal lemah. Artinya, sebagian besar pendapatan mereka masih bergantung dari pusat.
“Misalnya Sumedang itu 76,13% masih mengandalkan dari Kementerian Keuangan, hanya 23% dari penghasilan sendiri. Kabupaten Cirebon 76% mengandalkan dari pemerintah pusat. Indramayu tempatnya Pak Lucky Hakim 78% dari Kementerian Keuangan, 21% dari daerah, dan Kabupaten Kuningan yang paling berat. Data ini 82% itu dari Kementerian Keuangan, PAD-nya hanya 15%,” ungkap Tito.
Ia menjelaskan, kondisi fiskal yang lemah ini mencerminkan belum berkembangnya iklim usaha di daerah tersebut. Menurutnya, daerah dengan aktivitas ekonomi yang baik akan memiliki PAD yang tinggi karena mampu menarik pajak dan retribusi dari sektor usaha.
“Semakin banyak PAD-nya maka dunia usaha hidup, karena kalau dunia usahanya hidup, maka otomatis pajak dan retribusi akan meningkat. Tapi kalau PAD rendah itu menggambarkan dunia usahanya belum hidup, karena tidak bisa ditariki pajak dan retribusi,” jelasnya.
Secara khusus, Tito menyoroti Kabupaten Kuningan yang dipimpin Bupati Dian Rachmat Yanuar. Ia meminta agar Pemkab Kuningan tidak hanya mengandalkan bantuan dari pusat, tetapi juga mulai berinovasi dan bekerja lebih keras menciptakan iklim usaha yang sehat dan produktif di daerah.
“Dari sini kita bisa melihat bahwa Kota Cirebon ini iklim usahanya lumayan bagus, baru diikuti oleh Subang, Sumedang, Kabupaten Cirebon, Majalengka. Kabupaten Kuningan ini, Pak Bupati harus bekerja keras betul untuk membangkitkan dunia usaha, supaya tangannya tidak menengadah terus ke Kementerian Keuangan,” tegas Tito.
Acara yang digelar di BIJB Kertajati, Kabupaten Majalengka itu, dihadiri langsung Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi, serta hadir Bupati dan Wakil Bupati dari 27 Kabupaten/Kota se-Jawa Barat.