Siwindu.com – Terbitnya Peraturan Bupati (Perbup) Kuningan Nomor 5 Tahun 2025 tentang Penyesuaian Tarif Air Minum pada Perusahaan Umum Daerah Air Minum (Perumda) Tirta Kamuning menimbulkan beragam tanggapan di tengah masyarakat. Sebagian pihak menilai kebijakan ini sebagai langkah realistis untuk menjaga keberlangsungan layanan, namun tak sedikit pula yang mengkritisinya karena dikhawatirkan membebani masyarakat.
Ketua LSM Frontal, Uha Juhana, menyatakan bahwa pro dan kontra atas kebijakan publik merupakan hal wajar, apalagi di era demokrasi saat ini. Namun ia mengimbau agar masyarakat menyikapinya secara objektif dan tidak terjebak pada sikap tendensius apalagi politis.
“Semua pihak harus berpikir jernih dan melihat persoalan ini secara arif dan benar. Penyesuaian tarif ini jangan langsung ditolak tanpa melihat latar belakangnya. Ini soal keberlangsungan layanan air bersih yang menyangkut hajat hidup orang banyak,” ujar Uha Juhana, dalam keterangan tertulisnya, Jumat (16/5/2025).
Latar Belakang Penyesuaian Tarif
Menurut audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) RI, tarif PDAM Kuningan untuk golongan rumah tangga domestik sebesar Rp 3.950/m³ tidak lagi mencerminkan biaya produksi riil yang mencapai Rp 4.859,90. Bahkan, tarif tersebut masih di bawah batas bawah yang ditetapkan dalam Peraturan Gubernur Jawa Barat, yakni Rp 5.275/m³.
Selama tiga tahun terakhir, tarif ini tidak mengalami perubahan, menjadikan Kuningan satu-satunya daerah di wilayah Ciayumajakuning yang belum menyesuaikan tarif sesuai arahan Pemprov Jabar dan hasil audit BPKP.
Langkah Rasional dan Terukur
Sebagai bentuk kepatuhan terhadap arahan tersebut, PDAM Tirta Kamuning hanya menaikkan tarif untuk pelanggan rumah tangga domestik, yang merupakan 93% dari total pelanggan sebesar Rp 500/m³. Kenaikan ini dianggap masih dalam batas wajar dan lebih ditujukan sebagai sinyal itikad baik dalam pembenahan manajemen pelayanan air minum.
Tren Nasional dan Faktor Pendorong
Kenaikan tarif PDAM tidak hanya terjadi di Kuningan. Daerah lain seperti Jakarta, Surabaya, dan Banyumas juga telah melakukan penyesuaian dengan kenaikan rata-rata 10%. Faktor pendorongnya meliputi peningkatan biaya operasional, pemberlakuan PPN sebesar 12%, serta kebutuhan untuk memperluas dan meningkatkan kualitas layanan.
Komitmen terhadap Masyarakat Kurang Mampu
Pemkab Kuningan menjamin bahwa masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) tetap menjadi prioritas dalam kebijakan ini. Skema subsidi tarif akan tetap diberlakukan bagi kelompok ini, selaras dengan kebijakan pemerintah pusat yang menitikberatkan pelayanan dasar kepada MBR.
“Justru dengan adanya penyesuaian ini, PDAM bisa meningkatkan cakupan layanan dan memperbaiki infrastruktur, sehingga masyarakat, terutama yang selama ini belum terjangkau, akan bisa menikmati air bersih yang layak,” tambah Uha Juhana.
Sosialisasi Masif Masih Diperlukan
Meski belum diberlakukan secara resmi, kebijakan ini tengah disosialisasikan kepada masyarakat. Pemerintah berharap publik dapat memahami alasan di balik penyesuaian tarif dan manfaat jangka panjangnya. Penolakan tanpa pemahaman yang utuh justru dikhawatirkan memperburuk kondisi PDAM, yang pada akhirnya merugikan masyarakat itu sendiri.