Siwindu.com – Pengamat politik, Boy Sandi Kartanegara, sarankan Bupati Kuningan Dian Rachmat Yanuar untuk segera mengambil sikap tegas dalam menata dan menyolidkan jajaran birokrasi, khususnya di tubuh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).
Menurutnya, hal ini menjadi langkah strategis agar pemerintahan berjalan satu komando dan tidak kehilangan arah dalam merealisasikan visi-misi pasca 100 hari kerja pertama.
“Silakan Bupati ambil sikap untuk merapikan dan menyolidkan pasukannya, agar visi dan misi bukan jadi macan kertas semata,” saran Boy Sandi menanggapi atas hasil survei kepuasan masyarakat yang dirilis Jamparing Research, Minggu (1/6/2025).
Menurut Boy, hasil survei tersebut bisa menjadi pengingat penting bagi pasangan Bupati-Wabup Kuningan, Dian Rachmat Yanuar dan Tuti Andriani, bahwa tantangan ke depan masih panjang dan membutuhkan kerja birokrasi yang solid, bukan hanya simbolik.
“Meskipun tanjakan-tanjakan masih banyak yang harus dihadapi, upaya-upaya konstruktif harus terus dilakukan. Saya lihat ikhtiar ke arah itu sudah mulai ditunjukkan, seperti agenda pertemuan dengan instansi pusat. Tinggal bagaimana mereka bisa memastikan bawahannya ikut satu irama,” kata pria berambut gondrong itu.
Ia juga menyoroti pentingnya partisipasi seluruh elemen masyarakat, termasuk para pengkritik, dalam mengawal pembangunan. Menurutnya, pembangunan yang berkelanjutan tidak bisa dibebankan sepenuhnya pada pemerintah.
“Soal survei, sekali lagi, itu hanya pengingat. Pasangan ini sejatinya tak bekerja untuk 100 hari saja. Harus ada konsistensi ke depan,” ujar Boy.
Terkait hasil survei kepuasan terhadap SKPD, yang menempatkan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan serta Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian di posisi atas, Boy menganggap hal itu wajar, meskipun tetap perlu dikritisi.
“Kalau dilihat kasat mata, dua SKPD ini memang aktif dan banyak membuat program yang membaur dengan masyarakat. Tapi jangan sampai penilaian publik hanya berdasarkan seberapa banyak flyer atau spanduk kegiatan yang bertebaran di jalan dan media sosial,” ujarnya mengingatkan.
Boy juga mengingatkan agar simbol visual tidak dijadikan tolok ukur utama, karena berisiko menggeser substansi kerja birokrasi yang seharusnya berorientasi pada output dan dampak nyata bagi masyarakat.